PELAKSANAAN PERMENAG RI NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG WALI HAKIM TERHADAP PERMOHONAN WALI ADHAL DI PENGADILAN AGAMA SLAWI
DOI:
https://doi.org/10.62490/tawasuth.v4i2.776Keywords:
pelaksanaan, permenag, wali adhalAbstract
Pada kenyataanya, tidak selamanya antara anak (calon mempelai perempuan) dan wali (ayah dari calon mempelai perempuan) setuju dengan calon mempelai laki-laki untuk melakukan Perkawinan. Terkadang wali enggan untuk menikahkan anak gadisnya padahal keinginan gadisnya untuk kawin dengan laki-laki yang dicintainya sangat kuat.
Keengganan wali/orang tua untuk menikahkan anak gadisnya adakalanya dipandang cukup beralasan (sesuai syar’i) misalnya anak perempuan wali tersebut sudah dilamar laki-laki lain dan lamaran ini belum dibatalkan, atau calon suaminya adalah orang kafir, atau orang fasik atau mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami, maka keengganan wali tersebut wajib ditaati dan kewaliannya tidak berpindah kepada pihak lain. Namun adakalanya wali menolak menikahkan anak perempuannya dengan alasan yang tidak syar’i yaitu alasan yang tidak dibenarkan dalam syara’ dan hanya berdasarkan pada kepercayaan, tradisi, mitos dan budaya.
Wali/orang tua kandung dari calon mempelai wanita yang menolak untuk menjadi wali nikah tersebut disebut sebagai wali Adhal dan oleh Pengadilan Agama istilah wali Adhal dipakai untuk perkara yang diajukan seorang calon pengantin wanita yang ingin menikah dengan menggunakan wali hakim karena keengganan atau penolakan wali nasab. Payung hukum adanya permohonan penetapan Wali Adhal terdapat di Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Wali Hakim